SINTAKSIS
Kelompok 5
1. Agata Endar Verawati 191224087
2. Atanasius Hardinus Roga 191224043
3. Linda Ayu Khofifah 191224074
Hakekat Sintaksis
Pengertian Sintaksis
Ramlan (1981) menyatakan bahwa sintaksis ialah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.
Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan (speech). Unsur bahasa yang termasuk dalam lingkup sintaksis adalah frasa, klausa, dan kalimat.”. (Arifin & Junaiyah, 2008: 1)
Objek Kajian Sintaksis
Wacana: satuan gramatikal yang berada pada tataran tertinggi dan terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh atau paragraf.
Kalimat: satuan bahasa yang memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, memiliki pola intonasi final (akhir berita, tanya, atau perintah), dan terdiri atas klausa atau klausa-klausa.
Klausa: satuan gramatik yang terdiri atas P (predikat), baik disertai S (subjek), O (objek), PEL (pelengkap), dan KET (keterangan) ataupun tidak.
Frase: satuan bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Kata: satuan terkecil dalam kajian sintaksis dan sering disebut sebagai satuan bahasa terkecil yang bebas dan bermakna.
Kedudukan Sintaksis dalam Ilmu Bahasa (Linguistik)
Ilmu yang membicarakan frasa, klausa, dan kalimat disebut sintaksis.
Subdisiplin yang tergolong dalam tatabahasa hanyalah morfologi dan sintaksis.
Sintaksis dalam ilmu bahasa (linguistik) berada dalam wilayah tata bahasa yang mengkaji dan membahas tentang frasa, klausa, dan kalimat.
Alat-Alat Sintaksis
Alat sintaksis ialah satuan bahasa atau cara yang digunakan untuk membangun konstruksi sintaksis: frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Kentjono (1982) dan Kridalaksana (1988) menyebutkan empat macam alat sintaksis, yaitu urutan, bentuk kata, intonasi, dan kata tugas.
Fungsi, Kategori, dan Peran
Fungsi 1. Fungsi sintaksis adalah “tempat-tempat” struktur sintaksis yang akan diisi oleh kategori-kategori tertentu. Tempat-tempat itu disebut Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel), dan Keterangan (Ket) (Verhaar, 1983; Chaer, 2009).
2. Fungsi sintaksis akan menghubungkan kata atau frasa dalam kalimat itu, artinya fungsi itu memiliki hubungan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis yang harus hadir hanya subjek dan predikat, sedangkan objek, pelengkap dan keterangan tidak wajib ada. Fungsi-fungsi tersebut akan diisi oleh kata, frasa dan klausa.
Subjek dan Predikat. Subjek adalah bagian yang diterangkan predikat dan predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek dalam bentuk frasa nomina, frasa verba, frasa adjektiva, frasa numeralia, atau pun frasa preposisi.
Objek dan Pelengkap. Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti nomina.
Keterangan, yakni bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek atau pelengkap berupa frasa nomina, frasa preposisi, dan frasa konjungsi.
Kategori
Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata. Empat kategori sintaksis utama adalah (a) verba atau kata kerja, (b) nomina atau kata benda, (c) adjektiva atau kata sifat, dan (d) adverbial atau kata keterangan.
Peran sintaksis Peran adalah pengisi semantis terhadap fungsi atau pengisi menurut makna. Peran semantis mengacu makna pengisi unsur-unsur fungsional kalimat. Wedhawati (2001, 20) menjelaskan bahwa peran semantis adalah konsep semantis-sintaksis, yang mana konsep ini bersangkut paut dengan makna di dalam struktur sintaksis.
Subjek: Pelaku yaitu peserta yang umumnya melakukan perbuatan yang dilakukan oleh predikat/verba yang berupa makhluk hidup.
Subjek: Pengalam Yaitu peserta yang mengalami peristiwa atau keadaan yang dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba intransitif.
Predikat: Tindakan
Objek: Penderita Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba/predikat. Peran sasaran merupakan peran utama objek atau pelengkap.
Objek: Peruntung Yaitu peserta yang beruntung dan memperoleh manfaat dari keadaan/peristiwa/perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Biasanya partisipan berfungsi sebagai objek atau pelengkap.
Pelengkap: menerangkan predikat Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba/predikat. Peran sasaran merupakan peran utama objek atau pelengkap.
Keterangan menerangkan S, P, dan O serta menerangkan tempat, waktu, alat dan cara.
Atribut biasanya terdapat dalam kalimat yang predikatnya nomina.
Hubungan sintaksis dengan bidang-bidang linguistik lainnya
Sintaksis dengan morfologi
Sintaksis dengan morfologi merupakan cabang ilmu bahasa. Morfologi mengkaji bentuk kata, struktur kata dan proses pembentukannya. Satuan terkecil morfologi adalah morfem dan satuan terbesarnya adalah kata, satuan terkecil sintaksis adalah kata sedangkan satuan terbesarnya adalah wacana. Morfologi mengkaji bagaimana kata-kata terbentuk, sedangkan sintaksis mengkaji bagaimana kata-kata berjalin dalam konstruksi yang lebih besar (frase, klausa, kalimat, dan wacana). Maka dari itu morfologi dengan sintaksis saling berhubungan tidak dapat dipisahkan.
Sintaksis dengan semantik
Sintaksis dengan semantik merupakan cabang ilmu bahasa yang menangani bahasa tetapi memiliki objek kajian yang berbeda. Semantik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari mengenai makna kalimat dan kebenaran keberadaan yang tak lepas dari konteks. Maka dari itu, kedudukan sintaksis dan paragmatik bersifat komplementer atau saling melengkapi.
Sintaksis dengan paragmatik
Sintaksis dengan paragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang menangani bahasa tetapi memiliki objek kajian yang berbeda. Paragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari mengenai pemakaian bahasa dan maksud dari penutur yang dibicarakan. Dengan demikian, kedudukan sintaksis dan paragmatik bersifat komplementer atau saling melengkapi.
Relasi sintagmatik dan relasi paradigmatik
Hubungan sintagmatikdisebut hubungan linear (horizontal) satuan atau unit bahasa dan hubungan paradigmatik merupakan hubungan vertikal mengenai pendistribusian, yang dilakukan dengan mempertukarkan konstituen tertentu dengan konstituen lainnya dalam unit-unit bahasa.
Relasi sintagmatik juga dikenal dengan istilah struktur dan relasi paradigmatik dikenal dengan istilah sistem.
Frasa
Pengertian Frasa
Kridalaksana (2001:59) dalam Teguh Setiawan, dkk (2014: 26) menjelaskan bahwa frase merupakan gabungan dua kata atau lebih yang hubungan di antaranya tidak bersifat predikatif.
Ramlan (1982:121) dalam Teguh Setiawan, dkk (2014: 26) menjelaskan bahwa frase merupakan konstruksi sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Ciri Mendasar Frasa
Frasa tidak bersifat predikatif
Frase tidak melampaui batas fungsi. Artinya, frase secara keseluruhan selalu berada di dalam satu fungsi tertentu, yaitu S, P, O, PEL, atau KET.
Frase selalu terdiri atas dua kata atau lebih, oleh karena itu, frase juga disebut kelompok kata.
Klasifikasi Frasa Berdasarkan Distribusinya
Frasa Endosentris
Frasa yang mempunyai persamaan distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya.
Jenis-Jenis Frasa Endosentris
Frasa endosentris koordinatif
Ramlan (2005) dalam Supriyadi (2014) menjelaskan bahwa frasa endosentris koordinatif ini terdiri atas unsur-unsur yang setara. Kesetaraan tersebut dapat dibuktikan dengan kemungkinan unsur-unsur tersebut dihubungkan dengan kata penghububg dan atau atau.
Frasa endosentris atributif Frasa yang terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara. Salah satu unsur merupakan
Unsur Pusat (unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frasa dan
secara semantic merupakan unsur yang terpenting) dan unsur yang lain merupakan
Atribut.
Kata Tambah dalam Frasa Endosentris Kata tambah yaitu kata yang cenderung menduduki fungsi atribut dalam frase tipe endosentris yang atributif yang unsur pusatnya berupa kata verbal. Kata tambah ini ada yang menyatakan: (1) ragam, misalnys: tentu, pasti (2) negatif, misalnys: tidak,
bukan, belum (3) aspek, misalnya: akan, mau, sedang, baru, masih (4) keseringan, misalnya: pernah, kerap, kerap sekali (5) keinginan, misalnya: ingin, hendak (6) keharusan misalnya: harus. wajib (7) kesanggupan, misalnya: dapat, mampu, sanggup (8) keizinan, misalnya: boleh; dan (9) tingkat, misalnys: kurang, amat, terlalu, paling.
Frasa endosentris apositif Frasa yang terdiri atas unsur-unsur yang sama dengan unsur yang lain. Karena
unsur-unsurnya sama, unsur yang satu dapat menggantikan unsur yang lain.
Frasa Eksosentris
Frasa yang tidak mempunyai distribusi
yang sama dengan semua unsurnya.
Frasa eksosentris memiliki dua unsur pembentuk, yakni unsur sumbu dan unsur perangkai. Komponen perangkai
lazimnya berupa preposisi atau kata depan. Adapun komponen sumbu dapat berupa nomina.
Frasa yang memerantikan komponen perangkai yang berupa preposisi dan komponen sumbu yang berupa
nomina demikian ini sering disebut juga frasa preposisional. Sebutan lainnya adalah frasa eksosentris direktif.
Pengertian Elemen inti/pusat, pembatas/pewatas, elemen sumbu dan perangkai
Elemen inti atau pusat merupakan elemen frasa yang dapat menggantikan fungsi tertentu dari frasa tersebut. Inti atau pusat frasa merupakan unsur utama atau pokok yaitu unsur yang diterangkan oleh atribut.
Elemen pembatas atau pewatas adalah unsur yang menerangkan elemen inti atau elemen elemen pusat. Elemen pewatas juga berfungsi untuk membatasi makna elemen pusat atau inti agar tidak meluas. Elemen inti dan pewatas memiliki hubungan fungsi yang membentuk makna frasa. Elemen inti dan pewatas juga membentuk satuan sintaksis yang disebut frasa.
Elemen sumbu merupakan elemen pembentuk frasa eksosentri yang berupa kata atau kelompok kata.
Elemen perangkai merupakan elemen pembentuk frasa eksosentris yang berwujud preposisi (di, ke) dan partikel (si, sang, para, yang).
Dua jenis frasa eksosentrik
Eksosentrik direktif
Frasa eksosentrik direktif adalah frasa yang komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari dan komponennnya berupa kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina (kata keterangan).
Eksosentrik Non-direktif
Menurut Supriyadi (2014), frasa eksosentrik non-direktif adalah komponen pertamanya berupa artikula, seperti, si, dan, sang, atau, yang, para, dan kaum, sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva, atau verba.
Penggolongan Frasa Berdasarkan Kesamaan
Distribusi dengan Kategori Kata atau Frasa menurut dimensi kategori/jenis pembentuknya
Frasa endosentris
Frasa nominal yaitu frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan kata nominal. Frasa nominal memiliki pola kategori kata antara lain:
N + N: Perkebunan Teh, kakek nenek
N + Adjektiva: Motor biru, pemuda tampan
N + Bilangan: Kertas satu rim, siswa sepuluh orang
N + Keterangan: Berita petang
N + FD: Hadiah dari paman
N didahului Bilangan: Seratus orang serdadu
N didahului Kata Sandang: Sang ratu
Yang diikuti N: Yang ini Yang diikuti Verbal: Yang terbaik
Yang diikuti Bilangan: Yang tiga orang
Yang diikuti Keterangan: Yang dahulu
Yang diikuti FD: Yang di Yogyakarta
Hubungan Makna Antar Unsur-Undur Frasa Nominal Penjumlahan: Suami istri
Pemilihan : Ayah atau ibu
Kesamaan : Jokowi, Presiden RI,
Penerang : Acara terakhir
Pembatas :Rumah mereka (pewatas pemilik), Gedung sekolah (pewatas tujuan)
Beras Delanggu (pewatas asal), Cincin emas (pewatas bahan).
Penentu atau Penunjuk: Jendela itu, Pembangunan ini
Jumlah : Dua jembatan
Sebutan : Bapak Rektor, si kancil, sang raja
Frasa verbal
Elisten Parulian Sigiro (2017:107) menjelaskan bahwa frasa verbal satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya dan tidak merupakan klausa. Frasa verbal memiliki 2 kategori kata antara lain:
• Kata Tambah + V
• V + V
Ada beberapa hubungan makna antar-unsur-unsurnya pada frasa verbal antara lain:
• hubungan makna penjumlahan;
• hubungan makna pemilihan;
• atribut terkait makna ragam atau menyatakan sikap pembicara terhadap tindakan atau peristiwa;
• atribut yang menyatakan makna negatif;
• atribut terkait berlangsungnya kegiatan: akan, sedang, sudah; dan
• atribut yang menyatakan makna tingkat.
Hubungan Makna Antar Unsur-Undur Frasa Verbal 1. Penjumlahan (hubungan makna penjumlahan)
Misalnya: Makan dan minum; membaca dan menulis
2. Pemilihan (hubungan makna pemilihan)
Misalnya: Duduk atau berdiri; tidur atau bekerja
3. Ragam (atribut terkait makna ragam, menyatakan sikap pembicara terhadap tindakan atau peristiwa)
Misalnya: Ingin bekerja; mau menulis, mungkin tidur, tentu mahal
4. Negatif (atribut yang menyatakan makna negative)
Misalnya: Belum diputuskan, tidak diberikan, tidak dimandikan
5. Aspek (atribut terkait berlangsungnya kegiatan: akan, sedang, sudah)
Misalnya: Akan pergi, sedang tidur, sudah makan
6. Tingkat (atribut yang menyatakan makna tingkat)
Misalnya: Kencang sekali, paling tinggi, sangat pandai
Frasa adjectival Yaitu frasa dengan inti berupa adjektiva dan modifikatornya atau pewatasnya berupa adverbia.
Contoh:
• Cuaca hari ini sangat dingin
• Beliau ramah sekali
Frasa adverbial yaitu kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Adapun katerogi frasa adverbial antara lain:
• Kata Keterangan + Adjektiva
• Kata Keterangan + Kata Tunjuk
Frasa keterangan menyatakan makna waktu yang tersebut pada unsur pusat. Kata-kata yang digunakan untuk menyatakan makna waktu adalah kemarin, tadi, nanti, besok, sekarang.
Makna frasa keterangan menyatakan makna “waktu” yang tersebut pada Unsur
Pusat (UP). Kata-kata yang digunakan untuk menyatakan makna waktu adalah
kemarin, tadi, nanti, besok, sekarang
Frasa numeralia yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori numeralia ( bilangan atau jumlah). Ada pun kategori frasa numeralia antara lain:
• Kata Bilangan + Penyukat
• Kata Bilangan disertai Kata tambah
Frasa bilangan menyatakan makna jumlah yang tersebut pada Unsur Pusat (UP). Kata-kata yang digunakan untuk menyatakan makna jumlah adalah lima, tiga, sepuluh, lima puluh, dst
Makna frasa bilangan menyatakan makna “jumlah” yang tersebut pada Unsur Pusat
(UP). Kata-kata yang digunakan untuk menyatakan makna jumlah adalah lima, tiga,
sepuluh, lima puluh, dst
Frasa pronomina yaitu frasa yang dibentuk dari kata ganti sebagai inti dan menambahkan kata lain yang berfungsi untuk menerangkan intinya.
Contoh:
• Dia itu sahabat saya
• Kami ini penerus bangsa
Frasa eksosentris
Frasa Preposisional
Frasa preposisional merupakan frasa yang dibentuk oleh preposisi sebagai penanda dan diikuti oleh kata atau kelompok kata yang bukan klausa (nomina, verba, numeralia, ket) sebagai petanda atau aksisnya.
Kategori frasa depan atau preposisional antara lain:
• Kata Depan + kata lain sebagai aksisnya
• Kata Depan + Frasa sebagai aksisnya
Makna frasa depan adalah untuk menyatakan keberadaan, permulaan, cara, ihwal (perihal), tujuan dan perbandingan.
Hubungan Makna Antar Unsur-Undur Frasa Preposisional atau frasa depan Di sebuah perkampungan: Keberadaan
Dari lima keluarga, Sejak tadi pagi :permulaan
Dengan senang hati : Cara
Tentang kejadian itu : Ihwal; perihal
Terhadap para pelaku: Tujuan
Dari pada kayu bakar: perbandingan
Frasa Berpartikel
Rusyana dan Samsuri (1997) dalam Zainal Arifin (2008:10) menjelaskan bahwa frasa berpartikel disebut juga frasa eksosentris direktif yakni frasa yang komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke dan dari dan komponen lainnya berupa kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
• Tupai itu terjatuh dari pohon kelapa.
• Bapak bekerja demi kesejahteraan keluarga
Klausa
Pengertian Klausa
Rahardi (2009:71) menjelaskan bahwa Klausa adalah satuan kebahasaan yang merupakan gabungan kelompok kata yang setidaknya terdiri atas subjek dan predikat.
M. Ramlan (2005:79) menjelaskan bahwa klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari S P baik disertai O, PEL, dan KET ataupun tidak. Secara ringkas, klausa ialah S P (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat mana suka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.
Ciri-Ciri Klausa
Gabungan kelompok kata yang setidaknya terdiri atas subjek dan predikat.
Bersifat predikatif
Klausa merupakan bakal kalimat. Sebagai bakal kalimat maka penulisannya belum bertanda baca.
Unsur-Unsur Klausa
R. Kunjana Rahardi (2009:71) menjelaskan bahwa klausa adalah satuan kebahasaan yang merupakan gabungan kelompok kata yang setidaknya terdiri atas subjek dan predikat (objek, keterangan dan pelengkap bersifat opsional).
Unsur inti klausa adalah predikat.
Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi,
Kategori, dan Makna Unsur-Unsurnya.
Fungsi
Fungsi merupakan unsur-unsur di dalam kalimat yang memiliki kedudukan sebagai subjek, predikat, objek, komplemen, dan keterangan.
Kalimat dalam bahasa
Indonesia ragam tulis harus memiliki fungsi subjek dan predikat, sedangkan fungsi-fungsi lainnya bersifat opsional.
Berdasarkan Fungsi Unsur-Unsurnya Klausa terdiri atas unsur-unsur fungsional yang disebut Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (P), dan Keterangan (Ket).
Kelima unsur itu tidak selalu muncul bersama-sama dalam satu klausa. Kadang-kadang dalam satu klausa hanya terdiri atas S dan P, kadang-kadang terdiri atas S,P, dan O, kadang-kadang terdiri atas S.P, dan Pel, kadang-kadang terdiri atas S,P, dan Ket, kadang-kadang terdiri atas S,P,Pel, dan Ket.
Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa adalah
P.
Subjek dan Predikat Berdasarkan Intonasinya, antara Subjek dan Predikat terdapat jedah sedang. Berdasarkan strukturnya, Subjek dan Predikat dapat dipertukarkan tempatnya. Subjek terletak di muka Predikat atau sebaliknya Predikat di muka subjek. Subjek merupakan jawaban atas pertanyaan apa dan siapa + yang + predikat? Predikat merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana atau mengapa + Subjek?
Objek dan Komplemen 1. Kategori Objek lazimnya adalah nomina, sedangkan kategori komplemen adalah nomina atau adjektifa.
2. Objek wajib hadir ketika verba dalam predikat berupa verba transitif; sedangkan komplemen mengikuti kata kerja intransitif.
3. Objek dapat menempati subjek jika verba dalam predikat dipasifkan; sedangkan komplemen tidak bisa menempati subjek jika predikatnya dipasifkan.
Keterangan sebagai Kategori dan keterangan sebagai Fungsi 1. Sebagai kategori, keterangan bertugas menjelaskan atau menerangkan kata yang dilekatinya. Sedangkan sebagai fungsi, keterangan bersifat lentur.
2. Sebagai kategori, adverbial menjelaskan verba, adjektiva dan adverbial lainnya. Sedangkan sebagai fungsi, keterangan menjelaskan seluruh kalimat.
FUNGSI KETERANGAN DALAM KLAUSA Fungsi keterangan dalam suatu klausa pada umumnya memiliki letak yang
bebas. Artinya, fungsi keterangan dapat terletak di depan SP, di antara S
dan P, atau terletak di posisi paling belakang. Apabila ada unsur O atau PEL, maka unsur KET itu tidak dapat dipindahkan
ke tempat di antara P dan O atau PEL, apabila O itu terdiri atas frasa
yang panjang,
Objek a. Predikat (P) dapat berupa golongan kata verbal transitif, golongan kata verbal intransitive,
atau golongan-golongan kata yang lain.
b. Predikat yang berupa golongan kata verbal transitif memerlukan kehadiran O yang mengikuti P.
Objek: Kata Verbal Transitif a. Objek (O) selalu terletak di belakang P yang terdiri dari kata verbal transitif.
b. Klausa yang Predikatnya berupa kata verbal transitif, klausa tersebut dapat diubah menjadi
klausa pasif.
c. Apabila klausa tersebut dipasifkan, kata atau frasa yang menduduki fungsi Objek (O), akan mendudukui fungsi Subjek (S)
Klausa: Objek (O) dan Pelengkap (PEL) a. Ada kata verbal yang memiliki 2 Objek, seperti pada kata member, membelikan,
menjadikan
b. Objek 1 (O1) dan Objek 2 (O2), keduanya sama-sama, terletak di belakang Predikat (P).
c. Perbedaan O1 dan O2 terletak pada perubahan klausa dari aktif menjadi klausa pasif. O1 menduduki fungsi S, sedangkan O2 terletak di belakang P sebagai Pelengkap (PEL).
Analisis Fungsional a. Analisis terhadap fungsi S, P,
O, PEL, dan KET.
b. Unsur-unsur fungsional dalam klausa hanya dapat diisi dengan kategori kata atau frasa tertentu.
c. Tidak semua kategori kata atau frasa dapat menduduki semua fungsi klausa.
Kategori
Kategori menunjuk pada jenis kata pengisi fungsi-fungsi di dalam klausa atau kalimat.
Jenis kata: nomina, verba,
adjektiva, adverbial,
numeralia, pronominal, dll.
Analisis Kategorial
a. Analisis terhadap kata atau
frasa berdasarkan unsur-unsurnya (N, V, Bil, Ket).
b. Analisis kategorial tidak terlepas dari analisis fungsional yang merupakan unsur pengisi setiap fungsi dalam klausa.
c. Analisis kategorial merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
Simpulan Analisis Fungsi dan Kategorial Fungsi Kategorial
S : N
P : N/V/Bil/FD
O : N
PEL : N/V/Bil
KET : Ket/FD/N
Makna
Peran adalah makna
semantik yang terdapat
dalam kalimat.
Peran mencakup pengalam
atau penanggap, pelaku,
sasaran, hasil, alat, waktu,
asal, dsb.
Makna Pengisi P Perbuatan, Keadaan, Keberadaan, Pengenal, Jumlah, dan Pemerolehan
Makna Pengisi S Pelaku , Alat, Sebab, Penderita, Hasil, Tempat, Penerima, Pengalam, Dikenal dan Terjumlah
Makna Pengisi O Penderita, penerima, tempat,alat dan hasil
Makna Pengisi PEL Penderita dan alat
Makna Pengisi KET Tempat, waktu, cara, penerima,peserta, alat, sebab, pelaku,keseringan, perbandingan dan perkecualian.
Penggolongan Klausa
Klausa berdasarkan internnya
Klausa lengkap (S & P) Berdasarkan struktur internnya
dibedakan menjadi 2, yakni klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P (klausa lengkap susun biasa) dan
klaussa lengkap yang S-nya terletak di belakang P (klausa lengkap susun balik/inversi).
1.Klausa Lengkap Susun Biasa
Contoh: sangat besar → / P
2. Klausa Lengkap Susun Balik atau Klausa Inversi
Contoh: sangat besar → P /S
Klausa tidak lengkap Klausa tak lengkap yang terdiri atas unsur P, disertai PEL, KET, atau tidak.
1.Klausa Tak Lengkap yang terdiri unsur P
2. Klausa Tak Lengkap yang terdiri unsur P&O 3. Klausa Tak Lengkap yang terdiri unsur P & KET
Klausa berdasarkan ada-tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P
Klausa Positif 1. Klausa positif ialah klausa yang tidak memiliki kata negative yang
secara gramatik menegatifkan P.
2. Kata-kata negatif yang dimaksud adalah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Klausa Negatif ❑ Klausa negatif ialah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P.
Kata-kata negatif yang dimaksud adalah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Klausa berdasarkan kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi P
Klausa Nominal Klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa
golongan N.
Klausa Verbal Klausa verbal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa
golongan V.
Klausa Verbal Berdasarkan Golongan Kata Verbal
Klausa Verbal Ajektif
Klausa Verbal Intransitif
Klausa Verbal Aktif
Klausa Verbal Pasif
Klausa Verbal yang Reflektif
Klausa Verbal yang Resiprokal
Klausa Bilangan 1. Klausa bilangan atau klauasa numerial ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan Bil. 2. Kata bilangan ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan
kata bilangan, misal: dua ekor, tiga batang, lima buah, setiap jengkal, beberapa butir.
Klausa Depan Klausa depan atau klausa preposisional ialah klausa yang P-nya
terdiri atas frasa depan, yaitu frasa yang diawali oleh kata depan
sebagai penanda.
Kalimat
Pengertian Kalimat
A. Chaer (2015:163) menyatakan bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang dibangun oleh konstituen dasar dan intonasi final.
Samsuri (1982:54) mengemukakan bahwa kalimat ialah untai berstruktur dari kata-kata.
Ramlan (2005: 23) menjelaskan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal dibatasi oleh
jeda panjang yang disertai dengan intonasi naik atau turun.
Ciri-Ciri Kalimat
a. Konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih.
b. Diakhiri dengan intonasi atau tanda baca.
c. Merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung unsur predikasi.
d. Terdiri atas unsur S dan P dengan atau tanpa O, Pel, atau K.
Fungsi, Kategori, dan Peran dalam Kalimat
Fungsi 1. Fungsi sintaksis adalah “tempat-tempat” struktur sintaksis yang akan diisi oleh kategori-kategori tertentu. Tempat-tempat itu disebut Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel), dan Keterangan (Ket) (Verhaar, 1983; Chaer, 2009).
2. Fungsi sintaksis akan menghubungkan kata atau frasa dalam kalimat itu, artinya fungsi itu memiliki hubungan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis yang harus hadir hanya subjek dan predikat, sedangkan objek, pelengkap dan keterangan tidak wajib ada. Fungsi-fungsi tersebut akan diisi oleh kata, frasa dan klausa.
Subjek dan Predikat. Subjek adalah bagian yang diterangkan predikat dan predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek dalam bentuk frasa nomina, frasa verba, frasa adjektiva, frasa numeralia, atau pun frasa preposisi.
Objek dan Pelengkap. Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti nomina.
Keterangan, yakni bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek atau pelengkap berupa frasa nomina, frasa preposisi, dan frasa konjungsi.
Kategori
Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata. Empat kategori sintaksis utama adalah (a) verba atau kata kerja, (b) nomina atau kata benda, (c) adjektiva atau kata sifat, dan (d) adverbial atau kata keterangan.
Peran sintaksis Peran adalah pengisi semantis terhadap fungsi atau pengisi menurut makna. Peran semantis mengacu makna pengisi unsur-unsur fungsional kalimat. Wedhawati (2001, 20) menjelaskan bahwa peran semantis adalah konsep semantis-sintaksis, yang mana konsep ini bersangkut paut dengan makna di dalam struktur sintaksis.
Subjek: Pelaku yaitu peserta yang umumnya melakukan perbuatan yang dilakukan oleh predikat/verba yang berupa makhluk hidup.
Subjek: Pengalam Yaitu peserta yang mengalami peristiwa atau keadaan yang dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba intransitif.
Predikat: Tindakan
Objek: Penderita Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba/predikat. Peran sasaran merupakan peran utama objek atau pelengkap.
Objek: Peruntung Yaitu peserta yang beruntung dan memperoleh manfaat dari keadaan/peristiwa/perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Biasanya partisipan berfungsi sebagai objek atau pelengkap.
Pelengkap: menerangkan predikat Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba/predikat. Peran sasaran merupakan peran utama objek atau pelengkap.
Keterangan menerangkan S, P, dan O serta menerangkan tempat, waktu, alat dan cara.
Atribut biasanya terdapat dalam kalimat yang predikatnya nomina.
Kalimat berdasarkan jumlah klausanya
Kalimat tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang tersusun atas satu unsur kalimat
yakni satu subjek, satu predikat dan dapat dilengkapi oleh objek atau keterangan. Menurut ramlan (2005) kalimat tunggal dijelaskan dengan kalimat yang terdiri dari satu klausa. Klausa tersebut sebagai satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat, dapat disertai objek,
pelengkap dan keterangan. Kalimat tunggal dapat dibagi berdasarkan jenis predikat yang digunakan.
Kalimat tunggal verbal Kalimat tunggal verbal adalah kalimat tunggal yang predikatnya menggunakan kata kerja (verba)
Kalimat tak transitif Kalimat yang tak berobjek dan tak berpelengkap. Hanya memiliki dua unsur fungsi wajib, yakni subjek dan predikat.
Kalimat ekatransitif Kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap.
Mempunyai tiga unsur wajib yang berdasarkan urutannya yakni subjek, predikat, dan objek.
Kalimat dwitransitif Dalam kalimat dwitransitif terdiri dari subjek, objek,dan pelengkap.
Kalimat tunggal nominal Kalimat tunggal nominal adalah kalimat tunggal
yang predikatnya menggunakan kata benda (nominal).
Kalimat tunggal adjektival
Kalimat tunggal adjektival adalah kalimat tunggal yang predikatnya menggunakan kata sifat (adjektiva).
Kalimat tunggal numeralia
Kalimat tunggal numeralia adalah kalimat tunggal yang predikatnya
menggunakan kata bilangan (numeralia).
Kalimat tunggal preposisional
Kalimat tunggal adverbial adalah kalimat tunggal yang predikatnya
menggunakan kata depan (preposisional).
Kalimat Majemuk • Verhaar (1996:275) menyatakan bahwa kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih.
• Kridalaksana (1984:164); Tarigan (1986:14) mengatakan bahwa kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa bebas.
• Sudaryanto dkk (1991:158) menjelaskan bahwa suatu bentuk kalimat dapat ditentukan sebagai kalimat majemuk apabila kalimat itu dapat dipilah menjadi dua klausa atau lebih tanpa mengubah informasi atau pesannya.
Kalimat Majemuk Setara atau Hubungan Koordinasi
Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri atas klausa-klausa yang memunyai kedudukan yang sama atau sederajat. Berdasarkan konjungsi yang digunakan, kalimat majemuk setara dapat dikelompokkan menjadi 4 antara lain:
Kalimat majemuk setara yang menyatakan hubungan makna penjumlahan.
Kalimat majemuk setara penjumlahan atau kalimat majemuk aditif ini ditandai oleh konjungsi dan, serta, dan lagi pula. Konjungsi-konjungsi tersebut menunjukkan hubungan penjumlahan dari beberapa kalimat dasar.
Kalimat majemuk setara yang menyatakan hubungan makna peristiwa atau kalimat majemuk setara urutan
Kalimat majemuk urutan ini ditandai oleh konjungsi lalu, lantas, terus, dan kemudian untuk menyatakan hubungan peristiwa.
Kalimat majemuk setara yang menyatakan hubungan makna pemilihan.
Kalimat majemuk ini ditandai oleh konjungsi atau. Jika isi yang menyatakan makna pemilihan ini hanya terdiri atas dua kalimat dasar, digunakan konjungsi atau di antara dua pilihan itu.
Kalimat majemuk setara yang menyatakan hubungan makna perlawanan.
Kalimat majemuk perlawanan ditandai oleh konjungsi tetapi, melainkan, dan sedangkan yang menyatakan hubungan makna perlawanan antara kalimat dasar satu dan kalimat dasar lain.
Kalimat Majemuk Bertingkat atau Hubungan Subordinasi
Kalimat majemuk bertingkat berbeda dengan kalimat majemuk setara dalam hal hubungan antarklausa yang membentuknya.
Adanya penyebutan bertingkat menunjukkan bahwa klausa yang satu dengan klausa yang lain sebagai unsur pembentuk kalimat majemuk tidak sama kedudukannya.
Ciri – ciri yang menunjukkan ketidaksamaan kedudukan klausa dalam kalimat majemuk bertingkat berkaitan dengan struktur sintaktik klausanya .
a. Klausa yang satu merupakan klausa utama (klausa atasan) dan klausa lainnya merupakan klausa nonutama (klausa bawahan).
b. Klausa bawahan selalu menduduki salah satu bagian fungsi dari klausa atasan (Tarmini, 1996).
Kita tidak dapat mengatakan bahwa klausa atasan (klausa utama) adalah klausa yang berdiri sendiri karena ada pula klausa bawahan yang dapat berdiri sendiri sementara klausa atasan (klausa utama) tidak bias berdiri sendiri.
Untuk menentukan klausa atasan dengan klausa bawahan ialah dengan melihat struktur fungsional yang terdapat dalam kalimat majemuk. Klausa bawahan selalu menjadi bagian salah satu fungsi dari klausa atasan.
Klausa-klausa dalam kalimat majemuk bertingkat dihubungkan oleh konjungsi subordinatif sebagai berikut: sebab, karena, kalau, jika, jikalau, bila, anadaikan, agar, supaya, untuk, guna, ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, setelah, sampai, hingga, sehingga, seperti, seakan-akan, seolah-olah, biarpun, walaupun, meskipun, tanpa, sambil, sementara, kecuali, dan bahwa. Konjungsi subordinatif diletakkan di muka klausa bawahan dan konjungsi subordinatif tersebut bersama klausa bawahannya dapat dipindahkan letaknya ke bagian awal tuturan.
Kalimat berdasarkan fungsi komunikatifnya
Berdasarkan fungsi komunikatifnya, jenis kalimat dibedakan menjadi: (1 ) kalimat deklaratif (kalimat berita); (2 ) kalimat interogatif (kalimat tanya); dan (3 ) kalimat imperatif (kalimat perintah)
Kalimat Deklaratif
Pengertian Kalimat Deklaratif Ramlan (2005:27) menjelaskan bahwa kalimat deklaratif merupakan kalimat untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian. Kadang-kadang perhatian itu disertai anggukan, kadang-kadang pula disertai ucapan ya.
Ciri-Ciri Kalimat Deklaratif Tidak terdapat kata tanya seperti
siapa, mengapa, di mana, dan kata
kata ajakan seperti ayo, mari, serta
kata-kata persilahan silakan dan
dipersilakan, serta kata larangan
jangan.
Jenis-Jenis Kalimat Deklaratif
Ungkapan Keyakinan Ungkapan keyakinan adalah apa yang diungkapkan tentang kepercayaan yang sungguh – sungguh, kepastian, dan ketentuan (Depdiknas, 2007: 1277).
Ungkapan Harapan
Ungkapan harapan adalah sesuatu
ungkapan yang dapat diharapkan
Ungkapan Kekhawatiran
Ungkapan kekhawatiran adalah
sesuatu ungkapan tentang perasaan
khawatir dan kecemasan.
Ungkapan Kebencian
Ungkapan kebencian adalah
ungkapan tentang perasaan benci,
dan sesuatu yang dibenci.
Ungkapan Kasih Sayang
Ungkapan kasih sayang adalah
ungkapan tentang perasaan sayang,
cinta, suka terhadap sesuatu.
Ungkapan Pengandaian
Ungkapan pengandaian adalaah
ungkapan tentang hal mengandaikan.
Ungkapan Nasihat
Ungkapan nasihat adalah ungkapan
tentang ajaran atau pelajaran baik
(petunjuk, peringatan, teguran) yang baik .
Kalimat Interogatif
Pengertian Kalimat Interogatif Kalimat interogatif atau tanya adalah kalimat yang isinya mengharapkan
reaksi atau jawaban berupa pengakuan, keterangan, alasan, atau pendapat dari pihak pendengar atau pembaca.
Menurut Ramlan (1987:33 ) kalimat interogatif berfungsi untuk
menanyakan sesuatu kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda
dengan pola intonasi kalimat berita.
Ciri-Ciri Kalimat Interogatif Pola intonasi kalimat intorogatif digambarkan dengan tanda tanya yang ditandai oleh kata tanya kah, apa, siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana.
Jenis-Jenis Kalimat Interogatif
Kalimat Interogatif yang Meminta Pengakuan : ya – tidak, atau ya – Bukan Kalimat tanya yang meminta jawaban dalam bentuk pengakuan ya – tidak atau ya –
bukan dapat dibentuk dengan cara :
(1 ) Memberi intonasi tanya pada sebuah klausa; dalam bahasa tulis intonasi tanya ini
diganti atau dilambangkan dengan tanda tanya.
(2 ) Dengan memberi kata tanya apa atau apakah di muka sebuah kalusa.
(3 ) Dengan memberi partikel tanya kah pada bagian atau unsur kalimat yang ingin ditanyakan.
Kalimat Interogatif yang Meminta Keterangan Mengenai Salah Satu Unsur Kalimat 1. Untuk menanyakan orang atau yang diorangkan menggunakan kata tanya siapa. 2. Untuk menanyakan benda yang bukan orang atau yang diorangkan menggunakan kata tanya apa. 3. Untuk menanyakan keberadaan suatu benda digunakan kata tanya mana. 4. Untuk menanyakan jumlah atau banyaknya suatu benda digunakan kata tanya berapa. 5. Untuk menanyakan waktu digunakan kata tanya kapan atau bila yang biasanya diletakan di awal kalimat. 6. Untuk menanyakan permulaan terjadinya suatu peristiwa digunakan kata tanya sejak kapan dan untuk menyanyakan batas akhir terjadinya suatu peristiwa digunakan kata tanya sampai kapan.
Kalimat Interogatif yang Meminta Alasan Kalimat tanya yang meminta jawaban berupa alasan dibentuk dengan bantuan kata tanya mengapa atau kenapa yang biasanya diletakan di awal kalimat dan boleh diletakan partikel kah.
Kalimat Interogatif yang Meminta
Pendapat atau Buah Pikiran Orang LainKalimat tanya yang menanyakan proses atau menanyakan pendapat dibentuk dengan kata tanya bagaimana, yang biasanya diletakan pada kalimat, dan boleh pula diberi
partikel tanya kah.
Kalimat Imperatif
Pengertian Kalimat Imperatif 1. Kridalaksana (2008: 91) menjelaskan bahwa Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan atau larangan untuk
melaksanakan suatu perbuatan. 2. Kalimat imperatif adalah suatu kalimat yang berisikan/mengandung dengan kalimat perintah, yang berfungsi untuk melarang maupun meminta seseorang guna melakukan sesuatu (aktifitas/kegiatan). 3. Imperatif adalah salah satu fungsi kalimat yang didalamnya mengandung unsur memerintah atau memberi komando kepada seseorang agar mau menuruti apa yang penutur atau pembicara katakan.
Ciri-Ciri Kalimat Imperatif ● Berisi sebuah kalimat perintah yang harus dilakukan oleh seseorang.
● Secara umum, kalimat ini diakhiri dengan menggunakan tanda seru (!).
● Menggunakan intonasi yang lebih tinggi diawal kalimat dan menggunakan intonasi yang lebih rendah diakhir kalimat.
● Terdapat partikel-partikel penegas, penghalus dan juga perintah, misalnya seperti ajakan, permohonan serta larangan.
● Susunan kalimatnya berbentuk Inversi, sehingga subjek dan predikatnya belum pasti.
Jenis-Jenis Kalimat Imperatif Rahardi (2005: 79) mengklasifikasikan kalimat imperatif
bahasa Indonesia secara formal menjadi lima macam
Kalimat Imperatif Biasa Kalimat imperatif yang biasa dibentuk dari sebuah klausa berpredikat verba yang diberi partikel lah, serta dengan menanggalkan subjeknya.
Kalimat Imperatif Tegas Kalimat ini dibentuk dari sebuah klausa tidak
lengkap, biasanya berupa verba dasar, disertai dengan intonasi kalimat perintah. Dalam bahasa tulis intonasi itu ditandai
dengan tanda (!).
Kalimat imperatif Halus dan Sopan Kalimat ini dibentuk dengan menggunakan kata-kata tertentu yang menunjukkan tingkat kesopanannya. Kata-kata tersebut adalah mohon, harap, tolong, minta, silakan, sebaiknya, dan hendaknya.
Kalimat Imperatif Larangan
Kalimat larangan adalah kalimat yang mengharapkan jawaban berupa perbuatan untuk tidak melakukan sesuatu yang disebutkan dalam kalimat itu. Oleh karena itu, dalam kalimat larangan ini digunakan kata-kata pencegahan, seperti jangan, dilarang, tidak boleh, dan sebagainya.
Kalimat Imperatif Permintaan
Kalimat Imperatif Pemberian Izin
Kalimat Imperatif Ajakan
Kalimat Imperatif Suruhan
Wujud Imperatif
Rahardi (2005) menjelaskan bahwa wujud imperatif mencakup
dua macam hal, yaitu:
Wujud Imperatif formal
Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia
menurut ciri struktural atau formalnya.
Imperatif Aktif
a. Imperatif Aktif Tidak Transitif
b. Imperatif Aktif Transitif
Imperatif Pasif
Kadar permintaan dan kadar suruhan yang terdapat di dalam imperatif itu tidak terlalu tinggi karena tuturan itu tidak secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan
Kalimat efektif dalam bahasa Indonesia
Pengertian Kalimat Efektif 1. Ramlan menjelaskan bahwa (1994 : 12) kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh
pendengar atau pembaca secara tepat pula.
2. Rahardi (2009) menjelaskan bahwa sebuah kalimat harus dipahami sebagai entitas
kebahasaan yang mampu menimbulkan kembali
gagasan atau ide yang ada dalam diri penulis, persis
sama dengan ide atau gagasan yang dimiliki
pembacanya.
Ciri-Ciri atau Prinsip-Prinsip Kalimat Efektif
Kesatuan dan Kesepadanan Dalam suatu kalimat harus ada keseimbangan antara pikiran atau gagasan dengan struktur bahasa yang dipergunakan. Kesepadanan kalimat dapat dilihat dari struktur bahasa dalam mendukung gagasan atau konsep yang merupakan kepaduan pikiran.
Adanya kejelasan Subjek
Apabila Subjek dan Predikat tidak jelas maka akan mengakibatkan tidak jelasnya gagasan yang disampaikan.
Tidak Adanya Subjek Ganda
Kalimat efektif hanya memiliki subjek tunggal pada setiap kalimat tunggal. Jika terdapat subjek ganda maka kalimat tersebut menjadi kalimat yang tidak efektif.
Adanya Keselarasan Subjek dan Predikat
Kalimat sekurang-kurangnya memiliki unsur inti atau pokok pembicara
Tidak adanya kesalahan dalam pemanfaatan konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat
Kata penghubung tidak boleh hadir dalam kalimat tunggal akan tetapi hanya diperbolehkan hadir dalam kalimat majemuk.
Kata pengubung intrakalimat yaitu sedangkan dan sehingga.
Tidak Hadirnya Kata yang di Depan Predikat
Kata yang hadir di depan predikat akan menyebabkan kalimat menjadi kehilangan predikat.
Adanya Kata Penghubung Intrakalimat dan Antarkalimat
Ada Gagasan Pokok
Keparalelan Bentuk (Kesejajaran atau Kesamaan Bentuk) Kalimat efektif harus mengandung kesejajaran antara gagasan yang
diungkapkan dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya.
Kesejajaran dalam kalimat adalah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama atau konstruksi bahasa yang sama dan dipakai dalam susunan serial. Oleh karena itu, jika bentuk pertama dalam konstruksi beruntun menggunakan verba, maka bentuk yang kedua dan ketiga juga harus menggunakan verba.
Kesejajaran Bentuk
Bentukan kalimat yang tidak tersusun secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat itu tidak serasi.
Kesejajaran Makna
Kesejajaran Bentuk dan Makna
Beberapa gagasan yang bertumpuk dalam satu pertanyaan dapat mengaburkan
kejelasan informasi yang diungkapkan sehingga pembaca akan mengalami kesulitan
dalam memahaminya.
Penekanan atau Ketegasan Makna 1. Penekanan dalam kalimat adalah upaya pemberian aksentuasi, pementingan atau pemusatan perhatian pada salah satu unsur atau bagian kalimat, agar unsur atau bagian kalimat yang diberi penegasan/penekanan itu lebih
mendapat perhatian dari pendengar atau pembaca. 2. Penekanan dalam kalimat efektif ini dapat dilakukan dengan pemindahan letak frase atau mengulangi kata-kata yang sama. 3. Prinsip ketegasan makna dapat dilihat dari faktaa perulagan bentuk kebahasaan yang dilakukan
secara proposional. Unsur yang ditegaskan pada ketegasan makna sering diletakkan di pangkal kalimat.
Kehematan dalam Penggunaan Kata Hemat yang dimaksud bukan
jumlah katanya sedikit tetapi menyangkut gramatikal dan makna kata, yang utama adalah seberapa banyaknya kata yang bermanfaat bagi pembaca atau pendengar. Kehematan adalah adanya hubungan jumlah kata yang digunakan dengan luasnya jangkauan makna yang diacu. Kehematan dalam mempergunakan kata mencakup:
Menghilangkan Pengulangan Subjek Kalimat Kalimat efektif adalah kalimat yang hemat, kalimat yang tidak berbelit-belit, kalimat yang tidak rumit dan sulit untuk memahaminya. Salah satu cara untuk memenuhi prinsip kehematan kata adalah dengan menghilangkan subjek yang sama.
Hiponim Harus Dihindarkan
Penghilangan Bentuk yang Bersinonim
Dua kata atau lebih yang mengandung fungsi yang sama dapat menyebabkan kalimat tidak
efektif, misalnya adalah, merupakan, seperti misalnya, agar supaya, dan demi untuk.
Penghilangan Makna Jamak yang Ganda
Kata yang bermakna jamak, seperti semua, segala, seluruh, beberapa, para, dan segenap, dapat menimbulkan ketidakefektifan kalimat jika digunakan secara bersama-sama dengan bentuk ulang yang juga bermakna jamak.
Singkatnya: hemat dalam menggunakan kata, frasa, atau
bentuk lain dan tidak menggunakan apapun yang dianggap tidak perlu.
Jenis-Jenis Kalimat Efektif
Kalimat Formal
Kalimat dalam penyampaian
ide atau gagasan
Kalimat Argumentatif
Kalimat Efektif Turunan Kata turunan atau disebut dengan kata berimbuhan adalah kata –
kata yang telah berubah bentuk dan makna. Perubahan ini dikarenakan kata – kata tersebut telah diberi imbuhan yang berupa awalan (afiks), akhiran (sufiks), sisipan (infiks), dan awalan –akhiran (konfiks) Imbuhan – imbuhan tersebut memberikan perubahan makna pada kata dasarnya.
Ciri-Ciri ❑ Bersifat medial, pasif, dan negatif
❑ Tidak sempurna
❑ Berbentuk pertanyaan atau perintah
❑ Bentuknya bersusun/majemuk
Jenis-Jenis ❑ Kalimat Tunggal
❑ Kalimat Majemuk
Paragraf dalam Bahasa Indonesia
Pengertian
Rahardi menjelaskan bahwa (2009:101) Paragraf adalah satuan bacaan tulis yang terdiri
dari beberapa kalimat.
Rahardi (2014:2) Paragraf karya tulis merupakan rangkaian kalimatkalimat dalam karya tulis ilmiah yang saling memiliki hubungan, dan
secara bersama-sama pula, kalimat tersebut menjelaskan sebuahgagasan pokok yang mendukung pokok pikiran yang lebih luas dalam karangan atau karya tulis ilmiah itu.
Paragraf karya tulis berfungsi sebagai piranti untuk memahami keseluruhan pokok pikiran pada karya ilmiah tersebut.
Jenis-jenis paragraf Karya Tulis
Berdasarkan letak kalimat utamanya
Paragraf karya tulis deduktif
(Menempatkan kalimat pokoknya di awal kontruksi paragraf)
Paragraf karya tulis induktif
(Menempatkan kalimat pokoknya di akhir kontruksi paragraf)
Paragraf karya tulis ineratif
(Menempatkan gagasan paragraph di tengah-tengah paragraf karya tulis).
Paragraf karya tulis tanpa kalimat utama
(gagasan pokok tidak selalu dirumuskan pada kalimat utama).
Paragraf karya tulis berdasarkan sifat dan tujuannya
Paragraf karya tulis deskriptif
(Tujuannya untuk menggambarkan/pemberian deskripsi data dan fakta).
Paragraf karya tulis naratif
(Tujuannya untuk menceritakan sesuatu)
Paragraf karya tulis ekspositoris
(Tujuannya untuk memaparkan suatu informasi yang tidak mengundang
suatu opini/argumen).
Paragraf karya tulis argumentatif
(Tujuannya untuk mengungkapkan suatu penjelasan/mengesaskan sesuatu
yang biasanya didukung oleh alasan dan justifikasi yang kuat.
Paragraf karya tulis persuasif
(Tujuan pokoknya untuk membuat orang merasa yakin pada sesuatu objek
yang akan dipersuasikan).
Paragraf karya tulis berdasarkan fungsinya
Paragraf karya tulis pengantar
(Untuk mengawali/memulai sebuah tulisan/menunjukkan pokok persoalan
yang mendasari permasalahan yang akan dipecahkan)
Paragraf karya tulis isi
(karena sebagai inti karya, biasanya berisi tentang penjabaran,
penguraian, dan pendeskripsian secara mendalam)
SubParagraf karya tulis penutup
(akhir dari sebuah karya tulisan, terdapat kesan baik dan manis terhadap
permasalahan yang diangkat)
Teknik-Teknik pengembangan karya tulis
Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis dari Umum ke Khusus
Teknik pengembangan paragraf karya tulis yang dari umum kek khusus beralur pikiran deduktif, yakni pikiran utama di awal paragraf, dilanjutkan dengan perincian-perincian dari pikiran utama itu pada bagian-bagian paragraf selanjutnya. Semua kalimat yang ada pada paragraf itu harus tertuju kepada kalimat utama yang letaknya di awal paragraf itu.
Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis dari Khusus ke Umum
Pada teknik ini pokok pikiran dalam paragraf karya tulis dikembangkan
dengan mengikuti alur pemikiran induktif, paragraf bermula dengan
perincian-perincian dan uraian-uraian, dan akhirnya bermuara pada kalimat
yang berisi gagasan pokok pada akhir paragraf.
Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis dari Sebab ke Akibat
Paragraf karya tulis yang menerapkan teknik pengembangan paragraf sebab ke akibat atau yang lazim disebut pengembangan sebab-akibat itu
menempatkan unsur sebab sebagai kalimat pokoknya, dan unsur akibat sebagai kalimat-kalimat penjelasnya.
Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis dengan Perbandingan
Paragraf karya tulis yang dikembangkan dengan teknik pengembangan perbandingan dilakukan dengan cara mengidentifikasi kesamaan-kesamaan
dari sejumlah entintas. Adapun yang dipersamakan itu adalah entintas-entintas yang sifatnya sejajar atau sebanding.
Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis dengan Pertentangan
Di dalam teknik pertentangan tersebut, ide-ide dalam paragraf karya tulis itu dicermati perbedaan-perbedaannya, bukan persamaan-persamaannya. Di dalam paragraf karya tulis demikian ini dapat pula berisi penolakan terhadap ide atau gagasan tertentu.
Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis dengan Analog
Paragraf karya tulis yang demikian ini lazimnya digunakan untuk membandingkan dan/ atau mempertentangkan hal-hal yang sifatnya umum, hal-hal yang sudah
banyak diketahui masyarakat, dengan hal-hal yang sifatnya khusus, hal-hal yang belum diketahui publik. Artinya sesuatu yang sifatnya khusus dianologikan dengan sesuatu yang sifatnya umum tersebut.
Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis dengan Pemberian Contoh
Paragraf karya tulis juga sangat lazim dikembangkan dengan model pemberian contoh. Contoh atau misal atau mungkin pula sampel itu dilakukan untuk memberikan bukti konkret dari sebuah generalisasi yang sifatnya sering abstrak. Sesuatu yang sifatnya umum hampir pasti memerlukan contoh nyata, untuk
memperjelas atau menguraikannya.
Teknik Pengembangan Paragraf Karya Tulis dengan Pemberian Definisi
Paragraf karya tulis tersebut ditampilkan uraian pengertian tertentu untuk memperjelas kekaburan atau ketidakjelasan sebuah konsep. Definisi di dalam sebuah karya tulis wujudnya dapat bermacam-macam, bisa merupakan penguraian atau penjabaran pengertian yang dilakukan secara luas.
Teknik Pengembangan Karya Tulis dengan Pemerincian
Dengan memerinci gagasan pokok yang terdaapat dalam paragraf karya
tulis.
Teknik Pengembangan Karya Tulis dengan Pembuktian
Dengan memberikan berbagai macam fakta pendukung sebagai bukti
atas pernyataan umum dalam awal paragraf.
Teknik Pengembangan Karya Tulis dengan Ekplanasi
Hadir guna mendukung sebagai kalimat penjelas dari gagasan pokok
(yang lazimnya) di awal paragraf.
Teknik Pengembangan Karya Tulis dengan Pertanyaan
Berguna untuk menjawab pertanyaan yang dijadikan sebagai kalimat
pokok.