por Eriks Netal hace 3 años
603
Ver más
SubParagraf karya tulis penutup (akhir dari sebuah karya tulisan, terdapat kesan baik dan manis terhadap permasalahan yang diangkat)
Paragraf karya tulis isi (karena sebagai inti karya, biasanya berisi tentang penjabaran, penguraian, dan pendeskripsian secara mendalam)
Paragraf karya tulis pengantar (Untuk mengawali/memulai sebuah tulisan/menunjukkan pokok persoalan yang mendasari permasalahan yang akan dipecahkan)
Paragraf karya tulis persuasif (Tujuan pokoknya untuk membuat orang merasa yakin pada sesuatu objek yang akan dipersuasikan).
Paragraf karya tulis argumentatif (Tujuannya untuk mengungkapkan suatu penjelasan/mengesaskan sesuatu yang biasanya didukung oleh alasan dan justifikasi yang kuat.
Paragraf karya tulis ekspositoris (Tujuannya untuk memaparkan suatu informasi yang tidak mengundang suatu opini/argumen).
Paragraf karya tulis naratif (Tujuannya untuk menceritakan sesuatu)
Paragraf karya tulis deskriptif (Tujuannya untuk menggambarkan/pemberian deskripsi data dan fakta).
Paragraf karya tulis tanpa kalimat utama (gagasan pokok tidak selalu dirumuskan pada kalimat utama).
Paragraf karya tulis ineratif (Menempatkan gagasan paragraph di tengah-tengah paragraf karya tulis).
Paragraf karya tulis induktif (Menempatkan kalimat pokoknya di akhir kontruksi paragraf)
Paragraf karya tulis deduktif (Menempatkan kalimat pokoknya di awal kontruksi paragraf)
Kalimat Efektif Turunan Kata turunan atau disebut dengan kata berimbuhan adalah kata – kata yang telah berubah bentuk dan makna. Perubahan ini dikarenakan kata – kata tersebut telah diberi imbuhan yang berupa awalan (afiks), akhiran (sufiks), sisipan (infiks), dan awalan –akhiran (konfiks) Imbuhan – imbuhan tersebut memberikan perubahan makna pada kata dasarnya.
Jenis-Jenis ❑ Kalimat Tunggal ❑ Kalimat Majemuk
Ciri-Ciri ❑ Bersifat medial, pasif, dan negatif ❑ Tidak sempurna ❑ Berbentuk pertanyaan atau perintah ❑ Bentuknya bersusun/majemuk
Kalimat Argumentatif
Kalimat dalam penyampaian ide atau gagasan
Kalimat Formal
Kehematan dalam Penggunaan Kata Hemat yang dimaksud bukan jumlah katanya sedikit tetapi menyangkut gramatikal dan makna kata, yang utama adalah seberapa banyaknya kata yang bermanfaat bagi pembaca atau pendengar. Kehematan adalah adanya hubungan jumlah kata yang digunakan dengan luasnya jangkauan makna yang diacu. Kehematan dalam mempergunakan kata mencakup:
Singkatnya: hemat dalam menggunakan kata, frasa, atau bentuk lain dan tidak menggunakan apapun yang dianggap tidak perlu.
Penghilangan Makna Jamak yang Ganda Kata yang bermakna jamak, seperti semua, segala, seluruh, beberapa, para, dan segenap, dapat menimbulkan ketidakefektifan kalimat jika digunakan secara bersama-sama dengan bentuk ulang yang juga bermakna jamak.
Penghilangan Bentuk yang Bersinonim Dua kata atau lebih yang mengandung fungsi yang sama dapat menyebabkan kalimat tidak efektif, misalnya adalah, merupakan, seperti misalnya, agar supaya, dan demi untuk.
Hiponim Harus Dihindarkan
Menghilangkan Pengulangan Subjek Kalimat Kalimat efektif adalah kalimat yang hemat, kalimat yang tidak berbelit-belit, kalimat yang tidak rumit dan sulit untuk memahaminya. Salah satu cara untuk memenuhi prinsip kehematan kata adalah dengan menghilangkan subjek yang sama.
Penekanan atau Ketegasan Makna 1. Penekanan dalam kalimat adalah upaya pemberian aksentuasi, pementingan atau pemusatan perhatian pada salah satu unsur atau bagian kalimat, agar unsur atau bagian kalimat yang diberi penegasan/penekanan itu lebih mendapat perhatian dari pendengar atau pembaca. 2. Penekanan dalam kalimat efektif ini dapat dilakukan dengan pemindahan letak frase atau mengulangi kata-kata yang sama. 3. Prinsip ketegasan makna dapat dilihat dari faktaa perulagan bentuk kebahasaan yang dilakukan secara proposional. Unsur yang ditegaskan pada ketegasan makna sering diletakkan di pangkal kalimat.
Keparalelan Bentuk (Kesejajaran atau Kesamaan Bentuk) Kalimat efektif harus mengandung kesejajaran antara gagasan yang diungkapkan dan bentuk bahasa sebagai sarana pengungkapnya. Kesejajaran dalam kalimat adalah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama atau konstruksi bahasa yang sama dan dipakai dalam susunan serial. Oleh karena itu, jika bentuk pertama dalam konstruksi beruntun menggunakan verba, maka bentuk yang kedua dan ketiga juga harus menggunakan verba.
Kesejajaran Bentuk dan Makna Beberapa gagasan yang bertumpuk dalam satu pertanyaan dapat mengaburkan kejelasan informasi yang diungkapkan sehingga pembaca akan mengalami kesulitan dalam memahaminya.
Kesejajaran Makna
Kesejajaran Bentuk Bentukan kalimat yang tidak tersusun secara sejajar dapat mengakibatkan kalimat itu tidak serasi.
Kesatuan dan Kesepadanan Dalam suatu kalimat harus ada keseimbangan antara pikiran atau gagasan dengan struktur bahasa yang dipergunakan. Kesepadanan kalimat dapat dilihat dari struktur bahasa dalam mendukung gagasan atau konsep yang merupakan kepaduan pikiran.
Ada Gagasan Pokok
Adanya Kata Penghubung Intrakalimat dan Antarkalimat
Tidak Hadirnya Kata yang di Depan Predikat Kata yang hadir di depan predikat akan menyebabkan kalimat menjadi kehilangan predikat.
Tidak adanya kesalahan dalam pemanfaatan konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat Kata penghubung tidak boleh hadir dalam kalimat tunggal akan tetapi hanya diperbolehkan hadir dalam kalimat majemuk. Kata pengubung intrakalimat yaitu sedangkan dan sehingga.
Adanya Keselarasan Subjek dan Predikat Kalimat sekurang-kurangnya memiliki unsur inti atau pokok pembicara
Tidak Adanya Subjek Ganda Kalimat efektif hanya memiliki subjek tunggal pada setiap kalimat tunggal. Jika terdapat subjek ganda maka kalimat tersebut menjadi kalimat yang tidak efektif.
Adanya kejelasan Subjek Apabila Subjek dan Predikat tidak jelas maka akan mengakibatkan tidak jelasnya gagasan yang disampaikan.
Wujud Imperatif Rahardi (2005) menjelaskan bahwa wujud imperatif mencakup dua macam hal, yaitu:
Wujud Imperatif formal Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau formalnya.
Imperatif Pasif Kadar permintaan dan kadar suruhan yang terdapat di dalam imperatif itu tidak terlalu tinggi karena tuturan itu tidak secara langsung tertuju kepada orang yang bersangkutan
Imperatif Aktif a. Imperatif Aktif Tidak Transitif b. Imperatif Aktif Transitif
Jenis-Jenis Kalimat Imperatif Rahardi (2005: 79) mengklasifikasikan kalimat imperatif bahasa Indonesia secara formal menjadi lima macam
Kalimat Imperatif Suruhan
Kalimat Imperatif Ajakan
Kalimat Imperatif Pemberian Izin
Kalimat Imperatif Permintaan
Kalimat Imperatif Larangan Kalimat larangan adalah kalimat yang mengharapkan jawaban berupa perbuatan untuk tidak melakukan sesuatu yang disebutkan dalam kalimat itu. Oleh karena itu, dalam kalimat larangan ini digunakan kata-kata pencegahan, seperti jangan, dilarang, tidak boleh, dan sebagainya.
Kalimat imperatif Halus dan Sopan Kalimat ini dibentuk dengan menggunakan kata-kata tertentu yang menunjukkan tingkat kesopanannya. Kata-kata tersebut adalah mohon, harap, tolong, minta, silakan, sebaiknya, dan hendaknya.
Kalimat Imperatif Tegas Kalimat ini dibentuk dari sebuah klausa tidak lengkap, biasanya berupa verba dasar, disertai dengan intonasi kalimat perintah. Dalam bahasa tulis intonasi itu ditandai dengan tanda (!).
Kalimat Imperatif Biasa Kalimat imperatif yang biasa dibentuk dari sebuah klausa berpredikat verba yang diberi partikel lah, serta dengan menanggalkan subjeknya.
Ciri-Ciri Kalimat Imperatif ● Berisi sebuah kalimat perintah yang harus dilakukan oleh seseorang. ● Secara umum, kalimat ini diakhiri dengan menggunakan tanda seru (!). ● Menggunakan intonasi yang lebih tinggi diawal kalimat dan menggunakan intonasi yang lebih rendah diakhir kalimat. ● Terdapat partikel-partikel penegas, penghalus dan juga perintah, misalnya seperti ajakan, permohonan serta larangan. ● Susunan kalimatnya berbentuk Inversi, sehingga subjek dan predikatnya belum pasti.
Pengertian Kalimat Imperatif 1. Kridalaksana (2008: 91) menjelaskan bahwa Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan atau larangan untuk melaksanakan suatu perbuatan. 2. Kalimat imperatif adalah suatu kalimat yang berisikan/mengandung dengan kalimat perintah, yang berfungsi untuk melarang maupun meminta seseorang guna melakukan sesuatu (aktifitas/kegiatan). 3. Imperatif adalah salah satu fungsi kalimat yang didalamnya mengandung unsur memerintah atau memberi komando kepada seseorang agar mau menuruti apa yang penutur atau pembicara katakan.
Jenis-Jenis Kalimat Interogatif
Kalimat Interogatif yang Meminta Pendapat atau Buah Pikiran Orang LainKalimat tanya yang menanyakan proses atau menanyakan pendapat dibentuk dengan kata tanya bagaimana, yang biasanya diletakan pada kalimat, dan boleh pula diberi partikel tanya kah.
Kalimat Interogatif yang Meminta Alasan Kalimat tanya yang meminta jawaban berupa alasan dibentuk dengan bantuan kata tanya mengapa atau kenapa yang biasanya diletakan di awal kalimat dan boleh diletakan partikel kah.
Kalimat Interogatif yang Meminta Keterangan Mengenai Salah Satu Unsur Kalimat 1. Untuk menanyakan orang atau yang diorangkan menggunakan kata tanya siapa. 2. Untuk menanyakan benda yang bukan orang atau yang diorangkan menggunakan kata tanya apa. 3. Untuk menanyakan keberadaan suatu benda digunakan kata tanya mana. 4. Untuk menanyakan jumlah atau banyaknya suatu benda digunakan kata tanya berapa. 5. Untuk menanyakan waktu digunakan kata tanya kapan atau bila yang biasanya diletakan di awal kalimat. 6. Untuk menanyakan permulaan terjadinya suatu peristiwa digunakan kata tanya sejak kapan dan untuk menyanyakan batas akhir terjadinya suatu peristiwa digunakan kata tanya sampai kapan.
Kalimat Interogatif yang Meminta Pengakuan : ya – tidak, atau ya – Bukan Kalimat tanya yang meminta jawaban dalam bentuk pengakuan ya – tidak atau ya – bukan dapat dibentuk dengan cara : (1 ) Memberi intonasi tanya pada sebuah klausa; dalam bahasa tulis intonasi tanya ini diganti atau dilambangkan dengan tanda tanya. (2 ) Dengan memberi kata tanya apa atau apakah di muka sebuah kalusa. (3 ) Dengan memberi partikel tanya kah pada bagian atau unsur kalimat yang ingin ditanyakan.
Ciri-Ciri Kalimat Interogatif Pola intonasi kalimat intorogatif digambarkan dengan tanda tanya yang ditandai oleh kata tanya kah, apa, siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana.
Pengertian Kalimat Interogatif Kalimat interogatif atau tanya adalah kalimat yang isinya mengharapkan reaksi atau jawaban berupa pengakuan, keterangan, alasan, atau pendapat dari pihak pendengar atau pembaca. Menurut Ramlan (1987:33 ) kalimat interogatif berfungsi untuk menanyakan sesuatu kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita.
Jenis-Jenis Kalimat Deklaratif
Ungkapan Nasihat Ungkapan nasihat adalah ungkapan tentang ajaran atau pelajaran baik (petunjuk, peringatan, teguran) yang baik .
Ungkapan Pengandaian Ungkapan pengandaian adalaah ungkapan tentang hal mengandaikan.
Ungkapan Kasih Sayang Ungkapan kasih sayang adalah ungkapan tentang perasaan sayang, cinta, suka terhadap sesuatu.
Ungkapan Kebencian Ungkapan kebencian adalah ungkapan tentang perasaan benci, dan sesuatu yang dibenci.
Ungkapan Kekhawatiran Ungkapan kekhawatiran adalah sesuatu ungkapan tentang perasaan khawatir dan kecemasan.
Ungkapan Harapan Ungkapan harapan adalah sesuatu ungkapan yang dapat diharapkan
Ungkapan Keyakinan Ungkapan keyakinan adalah apa yang diungkapkan tentang kepercayaan yang sungguh – sungguh, kepastian, dan ketentuan (Depdiknas, 2007: 1277).
Ciri-Ciri Kalimat Deklaratif Tidak terdapat kata tanya seperti siapa, mengapa, di mana, dan kata kata ajakan seperti ayo, mari, serta kata-kata persilahan silakan dan dipersilakan, serta kata larangan jangan.
Pengertian Kalimat Deklaratif Ramlan (2005:27) menjelaskan bahwa kalimat deklaratif merupakan kalimat untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian. Kadang-kadang perhatian itu disertai anggukan, kadang-kadang pula disertai ucapan ya.
Kalimat Majemuk Bertingkat atau Hubungan Subordinasi
Klausa-klausa dalam kalimat majemuk bertingkat dihubungkan oleh konjungsi subordinatif sebagai berikut: sebab, karena, kalau, jika, jikalau, bila, anadaikan, agar, supaya, untuk, guna, ketika, sewaktu, sebelum, sesudah, setelah, sampai, hingga, sehingga, seperti, seakan-akan, seolah-olah, biarpun, walaupun, meskipun, tanpa, sambil, sementara, kecuali, dan bahwa. Konjungsi subordinatif diletakkan di muka klausa bawahan dan konjungsi subordinatif tersebut bersama klausa bawahannya dapat dipindahkan letaknya ke bagian awal tuturan.
Untuk menentukan klausa atasan dengan klausa bawahan ialah dengan melihat struktur fungsional yang terdapat dalam kalimat majemuk. Klausa bawahan selalu menjadi bagian salah satu fungsi dari klausa atasan.
Kita tidak dapat mengatakan bahwa klausa atasan (klausa utama) adalah klausa yang berdiri sendiri karena ada pula klausa bawahan yang dapat berdiri sendiri sementara klausa atasan (klausa utama) tidak bias berdiri sendiri.
Ciri – ciri yang menunjukkan ketidaksamaan kedudukan klausa dalam kalimat majemuk bertingkat berkaitan dengan struktur sintaktik klausanya . a. Klausa yang satu merupakan klausa utama (klausa atasan) dan klausa lainnya merupakan klausa nonutama (klausa bawahan). b. Klausa bawahan selalu menduduki salah satu bagian fungsi dari klausa atasan (Tarmini, 1996).
Adanya penyebutan bertingkat menunjukkan bahwa klausa yang satu dengan klausa yang lain sebagai unsur pembentuk kalimat majemuk tidak sama kedudukannya.
Kalimat majemuk bertingkat berbeda dengan kalimat majemuk setara dalam hal hubungan antarklausa yang membentuknya.
Kalimat Majemuk Setara atau Hubungan Koordinasi Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri atas klausa-klausa yang memunyai kedudukan yang sama atau sederajat. Berdasarkan konjungsi yang digunakan, kalimat majemuk setara dapat dikelompokkan menjadi 4 antara lain:
Kalimat majemuk setara yang menyatakan hubungan makna perlawanan. Kalimat majemuk perlawanan ditandai oleh konjungsi tetapi, melainkan, dan sedangkan yang menyatakan hubungan makna perlawanan antara kalimat dasar satu dan kalimat dasar lain.
Kalimat majemuk setara yang menyatakan hubungan makna pemilihan. Kalimat majemuk ini ditandai oleh konjungsi atau. Jika isi yang menyatakan makna pemilihan ini hanya terdiri atas dua kalimat dasar, digunakan konjungsi atau di antara dua pilihan itu.
Kalimat majemuk setara yang menyatakan hubungan makna peristiwa atau kalimat majemuk setara urutan Kalimat majemuk urutan ini ditandai oleh konjungsi lalu, lantas, terus, dan kemudian untuk menyatakan hubungan peristiwa.
Kalimat majemuk setara yang menyatakan hubungan makna penjumlahan. Kalimat majemuk setara penjumlahan atau kalimat majemuk aditif ini ditandai oleh konjungsi dan, serta, dan lagi pula. Konjungsi-konjungsi tersebut menunjukkan hubungan penjumlahan dari beberapa kalimat dasar.
Kalimat tunggal preposisional Kalimat tunggal adverbial adalah kalimat tunggal yang predikatnya menggunakan kata depan (preposisional).
Kalimat tunggal numeralia Kalimat tunggal numeralia adalah kalimat tunggal yang predikatnya menggunakan kata bilangan (numeralia).
Kalimat tunggal adjektival Kalimat tunggal adjektival adalah kalimat tunggal yang predikatnya menggunakan kata sifat (adjektiva).
Kalimat tunggal nominal Kalimat tunggal nominal adalah kalimat tunggal yang predikatnya menggunakan kata benda (nominal).
Kalimat tunggal verbal Kalimat tunggal verbal adalah kalimat tunggal yang predikatnya menggunakan kata kerja (verba)
Kalimat dwitransitif Dalam kalimat dwitransitif terdiri dari subjek, objek,dan pelengkap.
Kalimat ekatransitif Kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap. Mempunyai tiga unsur wajib yang berdasarkan urutannya yakni subjek, predikat, dan objek.
Kalimat tak transitif Kalimat yang tak berobjek dan tak berpelengkap. Hanya memiliki dua unsur fungsi wajib, yakni subjek dan predikat.
Klausa Depan Klausa depan atau klausa preposisional ialah klausa yang P-nya terdiri atas frasa depan, yaitu frasa yang diawali oleh kata depan sebagai penanda.
Klausa Bilangan 1. Klausa bilangan atau klauasa numerial ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan Bil. 2. Kata bilangan ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan, misal: dua ekor, tiga batang, lima buah, setiap jengkal, beberapa butir.
Klausa Verbal Klausa verbal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan V.
Klausa Verbal Berdasarkan Golongan Kata Verbal
Klausa Verbal yang Resiprokal
Klausa Verbal yang Reflektif
Klausa Verbal Pasif
Klausa Verbal Aktif
Klausa Verbal Intransitif
Klausa Verbal Ajektif
Klausa Nominal Klausa nominal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan N.
Klausa Negatif ❑ Klausa negatif ialah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P. Kata-kata negatif yang dimaksud adalah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Klausa Positif 1. Klausa positif ialah klausa yang tidak memiliki kata negative yang secara gramatik menegatifkan P. 2. Kata-kata negatif yang dimaksud adalah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Klausa tidak lengkap Klausa tak lengkap yang terdiri atas unsur P, disertai PEL, KET, atau tidak.
1.Klausa Tak Lengkap yang terdiri unsur P 2. Klausa Tak Lengkap yang terdiri unsur P&O 3. Klausa Tak Lengkap yang terdiri unsur P & KET
Klausa lengkap (S & P) Berdasarkan struktur internnya dibedakan menjadi 2, yakni klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P (klausa lengkap susun biasa) dan klaussa lengkap yang S-nya terletak di belakang P (klausa lengkap susun balik/inversi).
1.Klausa Lengkap Susun Biasa Contoh: sangat besar → / P 2. Klausa Lengkap Susun Balik atau Klausa Inversi Contoh: sangat besar → P /S
Makna Pengisi KET Tempat, waktu, cara, penerima,peserta, alat, sebab, pelaku,keseringan, perbandingan dan perkecualian.
Makna Pengisi PEL Penderita dan alat
Makna Pengisi O Penderita, penerima, tempat,alat dan hasil
Makna Pengisi S Pelaku , Alat, Sebab, Penderita, Hasil, Tempat, Penerima, Pengalam, Dikenal dan Terjumlah
Makna Pengisi P Perbuatan, Keadaan, Keberadaan, Pengenal, Jumlah, dan Pemerolehan
Peran mencakup pengalam atau penanggap, pelaku, sasaran, hasil, alat, waktu, asal, dsb.
Peran adalah makna semantik yang terdapat dalam kalimat.
Analisis Kategorial a. Analisis terhadap kata atau frasa berdasarkan unsur-unsurnya (N, V, Bil, Ket). b. Analisis kategorial tidak terlepas dari analisis fungsional yang merupakan unsur pengisi setiap fungsi dalam klausa. c. Analisis kategorial merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
Jenis kata: nomina, verba, adjektiva, adverbial, numeralia, pronominal, dll.
Kategori menunjuk pada jenis kata pengisi fungsi-fungsi di dalam klausa atau kalimat.
Analisis Fungsional a. Analisis terhadap fungsi S, P, O, PEL, dan KET. b. Unsur-unsur fungsional dalam klausa hanya dapat diisi dengan kategori kata atau frasa tertentu. c. Tidak semua kategori kata atau frasa dapat menduduki semua fungsi klausa.
Kelima unsur itu tidak selalu muncul bersama-sama dalam satu klausa. Kadang-kadang dalam satu klausa hanya terdiri atas S dan P, kadang-kadang terdiri atas S,P, dan O, kadang-kadang terdiri atas S.P, dan Pel, kadang-kadang terdiri atas S,P, dan Ket, kadang-kadang terdiri atas S,P,Pel, dan Ket. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa adalah P.
Klausa: Objek (O) dan Pelengkap (PEL) a. Ada kata verbal yang memiliki 2 Objek, seperti pada kata member, membelikan, menjadikan b. Objek 1 (O1) dan Objek 2 (O2), keduanya sama-sama, terletak di belakang Predikat (P). c. Perbedaan O1 dan O2 terletak pada perubahan klausa dari aktif menjadi klausa pasif. O1 menduduki fungsi S, sedangkan O2 terletak di belakang P sebagai Pelengkap (PEL).
Objek: Kata Verbal Transitif a. Objek (O) selalu terletak di belakang P yang terdiri dari kata verbal transitif. b. Klausa yang Predikatnya berupa kata verbal transitif, klausa tersebut dapat diubah menjadi klausa pasif. c. Apabila klausa tersebut dipasifkan, kata atau frasa yang menduduki fungsi Objek (O), akan mendudukui fungsi Subjek (S)
Objek a. Predikat (P) dapat berupa golongan kata verbal transitif, golongan kata verbal intransitive, atau golongan-golongan kata yang lain. b. Predikat yang berupa golongan kata verbal transitif memerlukan kehadiran O yang mengikuti P.
Keterangan sebagai Kategori dan keterangan sebagai Fungsi 1. Sebagai kategori, keterangan bertugas menjelaskan atau menerangkan kata yang dilekatinya. Sedangkan sebagai fungsi, keterangan bersifat lentur. 2. Sebagai kategori, adverbial menjelaskan verba, adjektiva dan adverbial lainnya. Sedangkan sebagai fungsi, keterangan menjelaskan seluruh kalimat.
FUNGSI KETERANGAN DALAM KLAUSA Fungsi keterangan dalam suatu klausa pada umumnya memiliki letak yang bebas. Artinya, fungsi keterangan dapat terletak di depan SP, di antara S dan P, atau terletak di posisi paling belakang. Apabila ada unsur O atau PEL, maka unsur KET itu tidak dapat dipindahkan ke tempat di antara P dan O atau PEL, apabila O itu terdiri atas frasa yang panjang,
Objek dan Komplemen 1. Kategori Objek lazimnya adalah nomina, sedangkan kategori komplemen adalah nomina atau adjektifa. 2. Objek wajib hadir ketika verba dalam predikat berupa verba transitif; sedangkan komplemen mengikuti kata kerja intransitif. 3. Objek dapat menempati subjek jika verba dalam predikat dipasifkan; sedangkan komplemen tidak bisa menempati subjek jika predikatnya dipasifkan.
Subjek dan Predikat Berdasarkan Intonasinya, antara Subjek dan Predikat terdapat jedah sedang. Berdasarkan strukturnya, Subjek dan Predikat dapat dipertukarkan tempatnya. Subjek terletak di muka Predikat atau sebaliknya Predikat di muka subjek. Subjek merupakan jawaban atas pertanyaan apa dan siapa + yang + predikat? Predikat merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana atau mengapa + Subjek?
Berdasarkan Fungsi Unsur-Unsurnya Klausa terdiri atas unsur-unsur fungsional yang disebut Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (P), dan Keterangan (Ket).
Kalimat dalam bahasa Indonesia ragam tulis harus memiliki fungsi subjek dan predikat, sedangkan fungsi-fungsi lainnya bersifat opsional.
Fungsi merupakan unsur-unsur di dalam kalimat yang memiliki kedudukan sebagai subjek, predikat, objek, komplemen, dan keterangan.
Frasa Berpartikel Rusyana dan Samsuri (1997) dalam Zainal Arifin (2008:10) menjelaskan bahwa frasa berpartikel disebut juga frasa eksosentris direktif yakni frasa yang komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke dan dari dan komponen lainnya berupa kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina. Contoh: • Tupai itu terjatuh dari pohon kelapa. • Bapak bekerja demi kesejahteraan keluarga
Frasa Preposisional Frasa preposisional merupakan frasa yang dibentuk oleh preposisi sebagai penanda dan diikuti oleh kata atau kelompok kata yang bukan klausa (nomina, verba, numeralia, ket) sebagai petanda atau aksisnya. Kategori frasa depan atau preposisional antara lain: • Kata Depan + kata lain sebagai aksisnya • Kata Depan + Frasa sebagai aksisnya Makna frasa depan adalah untuk menyatakan keberadaan, permulaan, cara, ihwal (perihal), tujuan dan perbandingan.
Hubungan Makna Antar Unsur-Undur Frasa Preposisional atau frasa depan Di sebuah perkampungan: Keberadaan Dari lima keluarga, Sejak tadi pagi :permulaan Dengan senang hati : Cara Tentang kejadian itu : Ihwal; perihal Terhadap para pelaku: Tujuan Dari pada kayu bakar: perbandingan
Frasa pronomina yaitu frasa yang dibentuk dari kata ganti sebagai inti dan menambahkan kata lain yang berfungsi untuk menerangkan intinya. Contoh: • Dia itu sahabat saya • Kami ini penerus bangsa
Frasa numeralia yaitu frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori numeralia ( bilangan atau jumlah). Ada pun kategori frasa numeralia antara lain: • Kata Bilangan + Penyukat • Kata Bilangan disertai Kata tambah Frasa bilangan menyatakan makna jumlah yang tersebut pada Unsur Pusat (UP). Kata-kata yang digunakan untuk menyatakan makna jumlah adalah lima, tiga, sepuluh, lima puluh, dst
Makna frasa bilangan menyatakan makna “jumlah” yang tersebut pada Unsur Pusat (UP). Kata-kata yang digunakan untuk menyatakan makna jumlah adalah lima, tiga, sepuluh, lima puluh, dst
Frasa adverbial yaitu kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Adapun katerogi frasa adverbial antara lain: • Kata Keterangan + Adjektiva • Kata Keterangan + Kata Tunjuk Frasa keterangan menyatakan makna waktu yang tersebut pada unsur pusat. Kata-kata yang digunakan untuk menyatakan makna waktu adalah kemarin, tadi, nanti, besok, sekarang.
Makna frasa keterangan menyatakan makna “waktu” yang tersebut pada Unsur Pusat (UP). Kata-kata yang digunakan untuk menyatakan makna waktu adalah kemarin, tadi, nanti, besok, sekarang
Frasa adjectival Yaitu frasa dengan inti berupa adjektiva dan modifikatornya atau pewatasnya berupa adverbia. Contoh: • Cuaca hari ini sangat dingin • Beliau ramah sekali
Frasa verbal Elisten Parulian Sigiro (2017:107) menjelaskan bahwa frasa verbal satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya dan tidak merupakan klausa. Frasa verbal memiliki 2 kategori kata antara lain: • Kata Tambah + V • V + V Ada beberapa hubungan makna antar-unsur-unsurnya pada frasa verbal antara lain: • hubungan makna penjumlahan; • hubungan makna pemilihan; • atribut terkait makna ragam atau menyatakan sikap pembicara terhadap tindakan atau peristiwa; • atribut yang menyatakan makna negatif; • atribut terkait berlangsungnya kegiatan: akan, sedang, sudah; dan • atribut yang menyatakan makna tingkat.
Hubungan Makna Antar Unsur-Undur Frasa Verbal 1. Penjumlahan (hubungan makna penjumlahan) Misalnya: Makan dan minum; membaca dan menulis 2. Pemilihan (hubungan makna pemilihan) Misalnya: Duduk atau berdiri; tidur atau bekerja 3. Ragam (atribut terkait makna ragam, menyatakan sikap pembicara terhadap tindakan atau peristiwa) Misalnya: Ingin bekerja; mau menulis, mungkin tidur, tentu mahal 4. Negatif (atribut yang menyatakan makna negative) Misalnya: Belum diputuskan, tidak diberikan, tidak dimandikan 5. Aspek (atribut terkait berlangsungnya kegiatan: akan, sedang, sudah) Misalnya: Akan pergi, sedang tidur, sudah makan 6. Tingkat (atribut yang menyatakan makna tingkat) Misalnya: Kencang sekali, paling tinggi, sangat pandai
Frasa nominal yaitu frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan kata nominal. Frasa nominal memiliki pola kategori kata antara lain: N + N: Perkebunan Teh, kakek nenek N + Adjektiva: Motor biru, pemuda tampan N + Bilangan: Kertas satu rim, siswa sepuluh orang N + Keterangan: Berita petang N + FD: Hadiah dari paman N didahului Bilangan: Seratus orang serdadu N didahului Kata Sandang: Sang ratu Yang diikuti N: Yang ini Yang diikuti Verbal: Yang terbaik Yang diikuti Bilangan: Yang tiga orang Yang diikuti Keterangan: Yang dahulu Yang diikuti FD: Yang di Yogyakarta
Hubungan Makna Antar Unsur-Undur Frasa Nominal Penjumlahan: Suami istri Pemilihan : Ayah atau ibu Kesamaan : Jokowi, Presiden RI, Penerang : Acara terakhir Pembatas :Rumah mereka (pewatas pemilik), Gedung sekolah (pewatas tujuan) Beras Delanggu (pewatas asal), Cincin emas (pewatas bahan). Penentu atau Penunjuk: Jendela itu, Pembangunan ini Jumlah : Dua jembatan Sebutan : Bapak Rektor, si kancil, sang raja
Dua jenis frasa eksosentrik
Eksosentrik Non-direktif Menurut Supriyadi (2014), frasa eksosentrik non-direktif adalah komponen pertamanya berupa artikula, seperti, si, dan, sang, atau, yang, para, dan kaum, sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva, atau verba.
Eksosentrik direktif Frasa eksosentrik direktif adalah frasa yang komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari dan komponennnya berupa kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina (kata keterangan).
Pengertian Elemen inti/pusat, pembatas/pewatas, elemen sumbu dan perangkai
Elemen perangkai merupakan elemen pembentuk frasa eksosentris yang berwujud preposisi (di, ke) dan partikel (si, sang, para, yang).
Elemen sumbu merupakan elemen pembentuk frasa eksosentri yang berupa kata atau kelompok kata.
Elemen pembatas atau pewatas adalah unsur yang menerangkan elemen inti atau elemen elemen pusat. Elemen pewatas juga berfungsi untuk membatasi makna elemen pusat atau inti agar tidak meluas. Elemen inti dan pewatas memiliki hubungan fungsi yang membentuk makna frasa. Elemen inti dan pewatas juga membentuk satuan sintaksis yang disebut frasa.
Elemen inti atau pusat merupakan elemen frasa yang dapat menggantikan fungsi tertentu dari frasa tersebut. Inti atau pusat frasa merupakan unsur utama atau pokok yaitu unsur yang diterangkan oleh atribut.
Frasa yang memerantikan komponen perangkai yang berupa preposisi dan komponen sumbu yang berupa nomina demikian ini sering disebut juga frasa preposisional. Sebutan lainnya adalah frasa eksosentris direktif.
Frasa eksosentris memiliki dua unsur pembentuk, yakni unsur sumbu dan unsur perangkai. Komponen perangkai lazimnya berupa preposisi atau kata depan. Adapun komponen sumbu dapat berupa nomina.
Frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya.
Jenis-Jenis Frasa Endosentris
Frasa endosentris apositif Frasa yang terdiri atas unsur-unsur yang sama dengan unsur yang lain. Karena unsur-unsurnya sama, unsur yang satu dapat menggantikan unsur yang lain.
Frasa endosentris atributif Frasa yang terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara. Salah satu unsur merupakan Unsur Pusat (unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frasa dan secara semantic merupakan unsur yang terpenting) dan unsur yang lain merupakan Atribut.
Kata Tambah dalam Frasa Endosentris Kata tambah yaitu kata yang cenderung menduduki fungsi atribut dalam frase tipe endosentris yang atributif yang unsur pusatnya berupa kata verbal. Kata tambah ini ada yang menyatakan: (1) ragam, misalnys: tentu, pasti (2) negatif, misalnys: tidak, bukan, belum (3) aspek, misalnya: akan, mau, sedang, baru, masih (4) keseringan, misalnya: pernah, kerap, kerap sekali (5) keinginan, misalnya: ingin, hendak (6) keharusan misalnya: harus. wajib (7) kesanggupan, misalnya: dapat, mampu, sanggup (8) keizinan, misalnya: boleh; dan (9) tingkat, misalnys: kurang, amat, terlalu, paling.
Frasa endosentris koordinatif Ramlan (2005) dalam Supriyadi (2014) menjelaskan bahwa frasa endosentris koordinatif ini terdiri atas unsur-unsur yang setara. Kesetaraan tersebut dapat dibuktikan dengan kemungkinan unsur-unsur tersebut dihubungkan dengan kata penghububg dan atau atau.
Frasa yang mempunyai persamaan distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya.
Atribut biasanya terdapat dalam kalimat yang predikatnya nomina.
Keterangan menerangkan S, P, dan O serta menerangkan tempat, waktu, alat dan cara.
Pelengkap: menerangkan predikat Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba/predikat. Peran sasaran merupakan peran utama objek atau pelengkap.
Objek: Peruntung Yaitu peserta yang beruntung dan memperoleh manfaat dari keadaan/peristiwa/perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Biasanya partisipan berfungsi sebagai objek atau pelengkap.
Objek: Penderita Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba/predikat. Peran sasaran merupakan peran utama objek atau pelengkap.
Predikat: Tindakan
Subjek: Pengalam Yaitu peserta yang mengalami peristiwa atau keadaan yang dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba intransitif.
Subjek: Pelaku yaitu peserta yang umumnya melakukan perbuatan yang dilakukan oleh predikat/verba yang berupa makhluk hidup.
Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata. Empat kategori sintaksis utama adalah (a) verba atau kata kerja, (b) nomina atau kata benda, (c) adjektiva atau kata sifat, dan (d) adverbial atau kata keterangan.
Keterangan, yakni bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek atau pelengkap berupa frasa nomina, frasa preposisi, dan frasa konjungsi.
Objek dan Pelengkap. Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti nomina.
Subjek dan Predikat. Subjek adalah bagian yang diterangkan predikat dan predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek dalam bentuk frasa nomina, frasa verba, frasa adjektiva, frasa numeralia, atau pun frasa preposisi.