によって rahadian p. paramita 1年前.
111
もっと見る
Berlakunya undang-undang ini, maka dibentuk Direktorat Jendral Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) Departemen Dalam Negeri (Depdagri) untuk pengurusan pelaksanaannya. Lembaga inilah yang menjadi muasal yang memuat sistem database kependudukan secara nasional.
Pada 1995 mulai dilakukan uji coba Sistem Informasi Manajemen Kependudukan Nasional (SIMDUKNAS) di 102 kabupaten/kota pada dengan berbagai modifikasi sesuai kemampuan daerah, sehingga antar daerah cenderung bervariasi dan tidak sesuai. Program ini
belum juga menghasilkan sistem data kependudukan terpadu.
Pencatatan sistem kependudukaan pada 1995 terhalang setelah munculnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Secara tidak langsung, aturan ini berimpilkasi pada munculnya berbagai macam lembaga yang menangani kependudukan dan pencatatan sipil berubah dengan beragam jenis nomenklatur. Sampai saat itu belum ada undang-undang yang mengatur tentang administrasi kependudukan sebagai satu kesatuan hukum nasional.
Baru dengan munculnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menjadi dasar hukum tetap pelaksanaan sistem pencatatatan kependudukan terpadu yang nanti akan menjadi KTP nasional.
Dalam Undang-undang ini juga menyebut secara spesifik dan teknis tentang, unsur apa saja yang termuat dalam KTP itu sendiri. Hal ini termuat dalam Pasal 64 yang memuat empat pasal:
(1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah negara Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masaberlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP, tandatangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.
(2) Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
(3) Dalam KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan ruang untuk memuat kode keamanan dan rekaman elektronik pencatatan Peristiwa Penting.
(4) Masa berlaku KTP: a. untuk Warga Negara Indonesia berlaku selama 5 (lima) tahun; b. untuk Orang Asing Tinggal Tetap disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap. (5) Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberi KTP yang berlaku seumur hidup.
Berlakunya undang-undang ini, maka dibentuk Direktorat Jendral Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) Departemen Dalam Negeri (Depdagri) untuk pengurusan pelaksanaannya. Lembaga inilah yang menjadi muasal yang memuat sistem database kependudukan secara nasional.
Lembaga inilah yang bertugas
merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang administrasi kependudukan, dan fungsinya antara lain penyiapan perumusan kebijakan, pelaksana kebijakan, serta perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang informasi kependudukan.
Dalam pelaksanaan teknisnya, Ditjen Administrasi Kependudukan melalui Direktorat Informasi Kependudukan mengembangkan kebijakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) terpadu secara nasional dengan menerapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan menggunakan teknologi informasi dalam rangka pembangunan pangkalan data (database) kependudukan nasional. Pelaksanaan SIAK ini secara nasional dilaksanakan pada 2009 dalam bentuk tender.
UU No 24 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administarsi kependudukan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administarsi kependudukan kemudian direvisi menjadiUndang-undang Nomor 24 tahun 2013
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administarsi kependudukan.
Dalam revisi ini muncul pertama kali istilah KTP Elektronik beserta definisinya. Revisi ini juga hanya mengubah beberapa pasal. Termasuk ketentuan berlakunya KTP Elektronik berlaku seumur hidup.
Ditandatangani pada 2014 https://jdih.kominfo.go.id/berita/view/id/19/t/presiden+teken+uu+adminduk+kini+pelayanan+ktp+kk+dan+akta+kelahiran+semua+gratis
Kajian perbandingan dua UU ada di sini: https://www.academia.edu/16746053/Kajian_2_Perbandingan_Undang-Undang_tentang_Administrasi_Kependudukan
Rekomendasi itu muncul, karena sistem pendataan kependudukan di Indonesia masih belum tertib. Masih ditemukan KTP ganda. Dalam laporan survei BPS dan UNICEF pada Februari 2000 mencatat hanya 30,6% dari 4.053 anak-anak berusia 5 tahun yang memiliki akta kelahiran. Kemudian belum terkoneksinya sistem data lintas lembaga bidang pencatatan sipil lainnya seperti, Kantor Urusan Agama (KUA), Pengadilan Agama (Kemenag), layanan keimigrasian (Kemenkum HAM), sistem layan KTP, Kartu Keluarga (KK), dan belum terkoneksinya sistem Akta Catatan Sipil di setiap daerah.
Munculnya rekomendasi ini di bagian "Persiapan Pemilihan Umum",
karena pertimbangan terjadinya perubahan Undang-Undang Dasar 1945, "Diperlukan persiapan yang memadai untuk melaksanakan Pemilu yang berkualitas:" (Tap MPR RI No VI/MPR/2002 Halaman 60-61).
Merekomendasikan kepada Presiden:
Berikut Perpres implementasi dan pengerjaan KTP Elektronik:
Dalam setiap perpanjangan Perpres ini tidak menyertakan hasil atau evaluasi pengerjaan dan kekurangan apa saja yang akan diselesaikan dalam masa kerja sesuai masa perpanjangan Perpres, meski pengerjaan KTP Elektronik dikerjakan dengan sistem multi years.
asdasdasdasd
Pada awal bulan Februari 2010 setelah mengikuti rapat pembahasan anggaran Kementerian Dalam Negeri, Terdakwa I dimintai sejumlah uang oleh BURHANUDIN NAPITUPULU selaku Ketua Komisi II DPR RI, agar usulan Kementerian Dalam Negeri tentang anggaran proyek penerapan KTP berbasis NIK (KTP Elektronik) dapat segera disetujui oleh Komisi II DPR RI. Atas permintaan tersebut, Terdakwa I menyatakan tidak dapat menyanggupi permintaan BURHANUDIN NAPITUPULU. Oleh karena itu BURHANUDIN NAPITUPULU dan Terdakwa I sepakat untuk melakukan pertemuan kembali guna membahas pemberian sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR RI.
Akhir November 2009, GAMAWAN FAUZI selaku Menteri Dalam Negeri mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) No. 471.13/4210.A/SJ perihal usulan pembiayaan pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan penerapan KTP berbasis NIK secara nasional. Dalam surat tersebut GAMAWAN FAUZI meminta kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk merubah sumber pembiayaan proyek penerapan KTP berbasis NIK yang semula dibiayai dengan menggunakan Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi bersumber dari anggaran rupiah murni. Perubahan sumber pembiayaan proyek penerapan KTP berbasis NIK tersebut kemudian dibahas dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II DPR RI.