Luokat: Kaikki - kemerdekaan

jonka EZRA VIANSYAH 2 vuotta sitten

143

ORDE LAMATAHUN 1945-1965

Orde Lama di Indonesia, berlangsung dari 1945 hingga 1965, adalah masa pemerintahan pasca kemerdekaan yang ditandai dengan berbagai peristiwa penting. Pemerintah berjuang mempertahankan kemerdekaan melalui pertempuran yang menentukan seperti Pertempuran Medan Area dan Pertempuran 10 November.

ORDE LAMATAHUN 1945-1965

ORDE LAMA TAHUN 1945-1965

Gelora Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA)

Sesuai dengan sila ke-5
Isi Tritura adalah: 1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya 2. Perombakan kabinet Dwikora 3. Turunkan harga pangan
10-13 Januari 1966

Partai Masyumi

Sesuai dengan sila ke-1
Tahun 1943-1960
Pada awal pembentukannya, Partai Masyumi tidak memberikan keterangan yang tegas, jelas dan terperinci tentang ideologinya, meskipun Masyumi berideologikan Islam. Identitas keislaman dalam Masyumi sangat menonjol, baik dalam mengambil keputusan dan pola pikirnya yang bersumber dari ajaran Islam.

Indonesia berhasil merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

Sesuai dengan sila ke-3
Pemerintahan Orde Lama juga termasuk masa pemerintahan setelah kemerdekaan Republik Indonesia (1945 – 1950). Pada awal-awal kemerdekaan banyak terjadi peristiwa-peristiwa bersejarah yang menunjukkan keinginan yang sangat kuat dari rakyat Indonesia untuk merdeka. Peristiwa tersebut diantaranya adalah Pertempuran Medan Area, Pertempuran 10 November, Pertempuran Ambarawa, dan Pertempuran 5 hari di Semarang. Belanda bahkan melakukan Agresi Militer Belanda 1 dan Agresi Militer Belanda 2 untuk kembali menegakkan pengaruhnya di Indonesia. Namun, pemerintah pada masa Orde Lama tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah secara aktif menyelenggarakan berbagai perundingan dan perjanjian untuk mendamaikan kondisi sekaligus mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Perjanjian yang dihasilkan misalnya Perjanjian Linggarjati atau Perjanjian Renville.
Tahun 1945 – 1950

Konstituante

Sesuai dengan sila ke-4
Pada tahun 1955, Indonesia baru melaksanakan pemilihan umum nasional yang pertama. Pada bulan September, rakyat memilih wakil untuk DPR, dan pada bulan Desember pemilih kembali memilih wakil-wakil yang lebih banyak lagi yang akan bekerja di sebuah institusi yang dikenal dengan Konstituante.
Tahun 1955-1959

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Melanggar Sila 3
Tahun 1950–1963

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)

Melanggar Sila 4
Jumlah Anggota MPRS ditetapkan oleh Presiden.
Tahun 1960 - 1965

Politik Mercusuar

Tahun 1962 - 1967
Melanggar Sila 5

Terbentuknya Partai Komunis Indonesia (PKI)

Melanggar Sila 1
PKI mengembangkan ajaran atheisme atau tidak memiliki Tuhan (sang pencipta)

Diskriminasi Tionghoa Pada Jaman Orde Lama

Pemerintahan Presiden Soekarno pada era 1959-1960 adalah masa dimana etnis Tionghoa sungguh terdiskriminasi dalam wajah yang sangat rasialis. Pengejaran terhadap orang-orang Tionghoa ketika itu merupakan bagian dari pelaksanaan serta pengembangan politik anti Tionghoa pada 1956.

Konsep pemikiran dari pemerintah mengenai nasionalisasi perusahaan telah sangat meminggirkan usaha milik orang-orang etnis Tionghoa.

Pada 14 Mei 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 10/1959 yang isinya menetapkan bahwa semua usaha dagang kecil milik orang asing di tingkat desa tidak diberi izin lagi setelah 31 desember 1959. Peraturan ini terutama ditujukan pada pedagang kecil Tionghoa yang merupakan bagian terbesar orang-orang asing yang melakukan usaha ditingkat desa.

Alhasil, semakin mengeraslah perlakuan rasis terhadap orang Tionghoa di Indonesia.

Bahkan sebagai akibat dari PP No. 10/1959 itu, selama tahun 1960-1961 tercatat lebih dari 100.000 orang Tionghoa meninggalkan Indonesia dan secara tipikal mereka mengalami banyak kesengsaraan. Di satu pihak karena intrik-intrik politik negara Indonesia dan Tiongkok dan di lain pihak meningkatnya teror dalam perbatasan-perbatasan Indonesia sendiri.

Sebutan orang ‘Cina‘ oleh sebagian besar Rakyat Indonesia dan perlakuan aparat militer yang menjadi alat negara telah mampu mendiskreditkan etnis Tionghoa sebagai kaum pendatang yang harus tunduk pada masyarakat yang punya tanah kelahiran (pribumi). Namun kenyataan menjadi paradoks ketika lobi-lobi penguasa tempo itu tidak bisa menghindar dari sebagian elit etnis Cina.

Rasa dendam terhadap etnis Cina semakin memberi kekuatan baru bagi perjuangan meminggirkan etnis Cina. Disisi yang lain, bangkitnya semangat nasionalisme yang cenderung mengacu pada sentimen primordial adalah faktor lain yang menunjukkan betapa suramnya rasialisme itu di wajah Negara Republik Indonesia.


Melanggar Sila 2
etnis Tionghoa terdiskriminasi
Tahun 1959-1960